Literasi Media Obat dari Penyakit Latah Informasi
Literasi Media Obat dari Penyakit Latah
Informasi
Beberapa hari yang lalu penulis sempat
mengikuti pemberitaan tentang seorang anak atau siswa yang mengadukan gurunya
ke pihak kepolisan dikarenakan dicubit. Berbagai sudut pandang berita
diterbitkan oleh redaktur. Sudut pandang yang menghakimi bahwa siswa tersebut
salah, manja dan sebagainya muncul. Sudut pandang yang menyatakan bahwa orang
tua siswa seharusnya tidak mengadukan dan sebagainya juga muncul.
Pemberitaan dengan menggunakan foto wajah
siswa yang bersangkutan juga ditampilkan oleh media yang kemudian tersebut di
seluruh media sosial. Ternyata penyebaran berita tersebut tidak main-main.
Keadaan zaman yang sudah canggih menjadikan berita yang diterbitkan dengan
mudah dibagikan ke akun media sosial yang dimiliki oleh pembaca berita.
Penyebaran semakin luas sehingga masyarakat yang tidak mengetahui apapuun
menjadi mengetahui karena pemberitaan tersebut semakin gencar dan membuat orang
menjadi penasaran dengan banyaknya yang membicarakan permasalahan tersebut.
Beberapa pendapat ahli atau pakar pendidikan
bermunculan, bahkan pendapat netizen tentang perbuatan siswa tersebut
seakan-akan semakin memperparah kondisi yang bersangkutan. Sanga cepat sekali
dampak yang bermunculan, media sosial turut serta ‘merayakan’ isu tersebut
dengan mengupload gambar meme dengan dilengkapi tulisan-tulisan yang juga
mendeskreditkan siswa dan orang tuanya.
Semakin lama semakin banyak masyarakat yang
latah informasi dengan terus menyebarkan dan menjadikan berita tersebut booming
tanpa mengetahui kejadian detail tentang permasalahan pencubitan tersebut. Tak
ketinggalan pula Komisi X DPR RI juga ikut bersuara tentang kasus pencubiitan
siswa SMP Sidoarjo tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa semua komentar dan
perilaku latah tersebut diawali oleh media yang pertama kali menerbitkan berita
tersebut yang kemudian di konsumsi masyarakat dengan bebas. Berbagai media
massa dapat menerbitkan berita tentang kejadian tersebut yang kemudian
disebarkan oleh masyarakat.
Jika media cetak, maka audience cukup memfoto
beriita tersebut dan membagikan ke grup-grupnya yang ada di media sosial. Jika
berita melalui online, maka audience cukup menyalin link berita tersebut untuk diteruskan. Dengan
praktek masyarakat Indonesia yang demikian, sekejab menjadikan Samhudi, guru
yang laporkan menjadi terkenal dan SS sebagai yang melapor menjadi ‘tersangka’
utama.
Dengan booming nya pemberitaan tersebut juga
menjadikan Wakil Bupati Sidoarjo serta ketua Komisi D DPRD Kabupaten Sidoarjo
turun tangan. Jika kita menilik kembali dengan teori-teori media massa yang
menyatakan bahwa media massa merupakan jarum suntik yang dapat mempengaruhi
masyarakat dengan mudah. Ketika media sudah memberitakan hal tersebut maka audience
‘tersuntik’ sehingga dapat dengan mudah menyebarkaan berita tersebut.
Mulai dari berita pelaporan siswa tersebut ke
pihak kepolisian kemudian proses persidangan
hingga berita tentang pencabutan tuntutan serta meminta damai dari pihak
pelapor dikonsumsi dengan ‘renyah’ oleh masyarakat umum. Mulai dari awal
pemberitaan jugalah anak yang bersangkutan menerima cyber bulllying dari
netizen yang kemudian berdampak pada tidak diterimanya yang anak tersebut di
sekolah di daerahnya.
Foto-foto pelapor dengan bebas tersebar
dilengkapi tulisan yang menyindir anak atau orang tuanya. Teori jarum suntik
itu pun telak terbuktikan dengan dampak negatif yang diterima oleh anak
tersebut. Media yang seharusnya dapat menjaga stabilitas sosial, ekonomi, serta
kenyamanan masyarakat masih belum bisa dibuktikan secara konkrit. Dengan adanya
pemberitaan tersebut media seakan-akan ingin membingkai bahwa seorang siswa
tidak boleh manja, orang tua tidak boleh memanjakan anaknya dalam hal
pendidikan.
Seolah-olah itulah yang ingin media sampaikan
yang akhirnya terealisasi dengan mulus oleh masyarakat kita. Mungkin dalam
kacamata pendidikan memang hal tersebut tidak dibenarkan, mengadukan guru yang
hanya mencubit siswanya. Namun apakah tidak dipikirkan pula bagaimana nasib
anak tersebut ketika mengetahui bahwa wajahnya tersebar di seluruh dunia maya
yang akhirnya dikenal oleh seluruh Indonesia atau bahkan seluruh dunia.
Media sosial yang sudah sangat akrab dengan
kehidupan masyarakat juga dimanfaatkan untuk menebar bullying pada pihak yang
bersangkutan. Dalam kasus ini juga turut menyumbang suara selebriti Indonesia
yang juga seorang comic, Ernest.
Ernest menyampaikan pendapatnya melalui akun twitternya yang kemudian
ditanggapi oleh netizen. Dalam permasalahan ini, jika dilihat lebih dalam maka
antara media massa yang menyebarkan dan masyarakat yang ikut menyebarkan tidak
bisa dipersalahkan keduanya.
Media massa dalam hal ini redaktur dapat
dengan bijak menentukan pemberitaan yang akan diterbitkan. Pembuatan judul
serta lead dalam sebuah berita sebaiknya dilihat lebih teliti lagi sehingga
tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi berbagai pihak. Dalam permasalahan
ini seakan-akan media massa menjadi hakim yang memutuskan siapa yang salah dan
tidak. Efeknya jangka pendeknya adalah masyarakat juga ikut menghakimi sesuai
dengan apa yang diberitakan media. Namun, dampak jangka panjang mungkin belum
terpikirkan oleh kita sebagai penkonsumsi berita.
Jika bagi guru yang melakukan sudah mendapat
banyak dukungan dari berbagai pihak. Namun dukungan tersebut ada bagi anak yang
melaporkan tersebut? apakah anak tersebut akan baik-baik saja secara
psikologis? apakah anak tersebut dalam diterima dengan baik di lingkungan
sekitarnya? apakah teman sepermainan anak tersebut masih mau bermain?.
Pertanyaan itu mungkin belum terdayang di benak masyarakat kita yang terlalu
sering asal membagi berita tanpa kemudian mengetahui secara lebih dalam
permasalahan yang ada.
Dengan bukti dan praktek tersebut maka
masyarakat Indonesia juga dirasa perlu bijak dalam kegiatan sebar menyebar
berita ini. Kegiatan media literasi mungkin masih belum dilakukan dan belum
diketahui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Media literasi sebagai salah satu solusi yang
konkrit sejatinya dapat membantu permasalahan negara kita dalam hal informasi
ini. Mengetahui mana yang baik dan tidak untuk disebarkan menjadi perihal utama
dalam menggunakan media massa dengan bijak. Apabila media massa dapat bijak
mengeluarkan beritanya serta masyarakat juga dengan bijak menyaring informasi
mana yang sekiranya bisa disebar untuk kebermanfaat masyarakat lainnya maka
kesejahteraan masyarakat serta fungsi media yang ideal bukanlah sebuah mimpi
angan semata.