Kelalaian Mendakwahkan Persatuan

Semua orang jika ditanya, apakah bersatu itu penting. Pasti dijawab, bahwa bersatu itu adalah keharusan. Persatuan harus diperjuangkan. Hanya dengan bersatu maka bangsa, organisasi, dan ummat ini menjadi kokoh. Sebaliknya, jika bercerai berai akan menjadi lemah. Mudah diadu domba, dan akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya.

Agama juga memerintahkan agar umat Islam bersatu.  Perintah bersatu tidak saja datang dari hadits nabi tetapi juga di dalam al Qur’an. Diingatkan di dalam al Qur’an bahwa jangan berbantah, agar tidak menjadi lemah dan atau  kekuatannya tidak hilang. Selain itu juga diingatkan,  jangan meniru orang-orang yang tidak beragama, yaitu saling berpecah belah. Masing-masing kelompok membanggakan golongannya masing-masing.

Juga dikemukakan dalam hadits nabi bahwa ummat Islam akan bercerai berai hingga menjadi 73 golongan. Semua akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, yaitu mereka yang mengikuti rasul dan sahabatnya. Hadits nabi tersebut diulang-ulang dalam berbagai ceramah,  khutbah, atau pun juga pengajian. Sudah barang tentu, umat Islam mengerti isi  dan pesan hadits ini.

Maka, persatuan menjadi sangat penting. Semua menghendaki agar sesama umat Islam bersatu. Sebab persatuan adalah ajaran agama yang harus diikuti dan dilaksanakan. Tidak boleh hanya untuk membela golongan, aliran, madzhab, atau apa saja, persatuan dikorbankan.  Namun sayang pada realitanya, dalam kehidupan sehari-hari di mana-mana, yang terjadi justru berkelompok-kelompok dan bergolong-golong .  Di mana-mana persatuan ternyata masih menjadi cita-cita yang seolah-olah tidak bisa diwujudkan.

Manusia memiliki naluri untuk berkumpul dan berkelompok. Kiranya tidak ada salahnya dari adanya organisasi yang bermacam-macam. Asalkan kelompok-kelompok dimaksud  dijadikan alat atau instrument untuk menjalankan dakwah dan  memperjuangkan kebaikan. Organisasi  bisa digunakan sebagai sarana untuk membangun kekuatan dalam berdakwah,  lembaga Pendidikan, sosial, dan lain-lain. Berkelompok juga diperlukan untuk fastabiqul khoiraat, atau berlomba-lomba dalam menjalankan kebaikan.

Berkelompok atau bergolong-golong  itu baru menjadi masalah ketika masing-masing mengklaim bahwa hanya kelompoknya saja yang paling benar. Sedanghkan yang lain salah. Berbagai alasan digunakan untuk membenarkan dirinya sendiri atau kelompoknya. Sekelompok mengaku,  alasannya lebih kuat, dan menuduh yang lain bahwa dalilnya lemah. Perseteruan menjadi semakin meruncing tatkala  menyebut pihak lain sebagai telah menjalankan bid’ah, disebut tidak ada tuntunan,  dan lain-lain. 

Menyangkut agama, jika direnungkan secara mendalam, bukankah tujuan utamanya  adalah agar memperoleh ridha dan kasih sayang dari Allah dan rasulNya. Dalam beragama, memang  harus mengikuti apa yang disebut dengan syari’ah dan hakekatnya. Disebutkan bahwa syari’at tanpa diikuti oleh hakekat hampa dan demikian pula hakekat tanpa syari’ah  batal. Menyadari bahwa penentu tertinggi adalah Allah sendiri, maka seharusnya berdebat dan apalagi mengklaim dirinya atau kelompoknya  yang paling benar adalah justru  keliru dan bukan pada tempatnya.

Berkelompok-kelompok terasa lebih memprihatinkan lagi ketika di suatu negara atau wilayah umat Islam masih menjadi minoritas. Akhir tahun lalu, dalam kunjungan saya ke Amerika Latin, di Bogota dari sekitar 6 juta penduduknya, hanya ada 150 orang yang beragama Islam. Logikanya, oleh karena muslim  minoritas, mereka bersatu. Akan tetapi logika  tersebut tidak jalan. Mereka memiliki tiga masjid, oleh karena terdapat tiga aliran yang berbeda.

Islam seharusnya dimaknai sebagai kepasrahan sepenuhnya  terhadap kehendak Tuhan. Namun sekedar bersatu  saja, ternyata belum dapat dilaksanakan. Kepentingan pribadi, kelompok, madzhab, dan lain-lain  lebih diutamakan daripada mengikuti seruan Tuhan agar bersatu. Akibatnya, umat Islam menjadi lemah. Masing-masing kelompok menyusun kekuatan agar menang dari kelompok lainnya. Mereka bangga ketika kelompok atau madzhabnya dipandang lebih kuat dan unggul.

Padahal menjadi Islam atau memilih Islam sebagai agamanya, mereka seharusnya  mampu mengalahkan dirinya sendiri untuk meraih persatuan. Bersatu adalah bagian penting dari beragama. Orang beragama tetapi mengabaikan persatuan,  sama artinya dengan mengingkari perintah agamanya itu sendiri. Wallahu a’lam


Prof. Dr. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS

Share this post