Hasil Sepadan, Tak Masalah Biaya Puluhan Juta untuk Masuk Pesantren

MALANG - Mengeluarkan biaya besar untuk pendidikan anak di pesantren seimbang dengan hasilnya. Wali santri bahkan merasa bangga karena anaknya makin berprestasi. Selain itu, mereka juga lebih tenang selama anaknya di pesantren. Hal ini dialami wali santri Tazkia International Islamic Boarding School (IIBS) Dau dan Al Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Kota Batu.


Diana Susanti, wali santri Tazkia IIBS merasa biasa saja dengan biaya yang dikeluarkan. Ibunda dari Farah Nayla Putri, siswa kelas VII SMP  Tazkia IIBS ini justru sedang bangga. Sebab putrinya lolos seleksi mengikuti olimpiade matematika di Korea pada Juli mendatang.

“Masalah biaya, sebanding dengan yang didapatkan, sesuai ekspektasi orang tua karena kualitas amat sangat bagus,” kata warga Blimbing, Kota Malang ini.

Selain itu, berkat asuhan di Pesantren Tazkia IIBS, Farah Nayla Putri tak pernah telat ibadah. “Saat azan, sudah buru-buru wudu. Saya berharap nantinya anak saya bisa jadi hafizah Quran berguna bagi bangsa dan negara,” kata dia.

Alasan lain, Diana memang sangat menjaga anaknya dari pergaulan bebas yang disebabkan perkembangan teknologi. “Zaman sekarang pergaulan bebas membuat orang tua susah mengawasi anak, terlebih saya dan ayahnya sibuk bekerja,” ujarnya.  

Tak beda jauh dengan Diana, Abidah Alchatib asal Gresik sekolahkan anaknya Shofia A Zaky di Tazkia IIBS karena ingin membentuk kepribadian anaknya. Di antaranya taat ibadah,  displin, tanggungjawab dan cerdas. 

“Menurut saya sangat membahagiakan hati dan penyejuk mata jika anak rajin ibadah. Jadi sangat relevan pembelajaran antara di pondok pesantren dan di rumah,” ulasnya.

Abidah memilih Tazkia sebagai lembaga pendidikan karena santri Tazkia diajarkan hingga mampu menjadi penghafal Alquran. Selain itu, dikenalkan dengan macam-macam budaya, cara bersosialisasi, dan beragam bahasa. “Tazkia juga memakai kurikulum Cambridge. Ini membuatnya  lebih unggul,” kata dia. 

Dia juga tak mempermasalahkan biaya, asal anaknya yang saat ini kelas VIII mampu beradaptasi dengan lingkungan dan peraturan pesantren. Sehingga dapat melanjutkan SMA di Tazkia IIBS sebagai pilihan idealnya untuk melanjutkan pendidikan dan mengembangkan potensi yang ada.  

Seperti diberitakan sebelumnya, banyak orang tua rela mengeluarkan biaya puluhan juga demi anaknya menjalani pendidikan di pesantren. Di Tazkia IIBS misalnya, harus membayar Rp 38.020.000 saat diterima. Sedangkan di Al Izzah IIBS Kota Batu biaya masuk sebesar Rp 33.850.000 hingga Rp 35.850.000.  

Begitu juga dengan wali santri di Al Izzah IIBS Kota Batu. Endah Cahyani, (50 tahun) wali santri dari Hana Dyla Putri mengatakan biaya mahal bukan masalah baginya. Sebab wanita 50 tahun ini lebih mengutamakan hasil pendidikan anaknya yang kini kelas XII IPS Al Izzah. 

“Sebetulnya untuk biaya, kalau melihat angkanya pasti besar. Tetapi sekali lagi pendidikan tidak sekadar angka. Tapi sistem pendidikan yang diterapkan, fasilitas dan lingkungan yang mendukung,” paparnya kepada Malang Post. 

Pendidikan karakter berbasis agama pun lebih terasa. Karena itulah Endah tak mempersoalkan biaya. Selain itu, kendati tempat tinggalnya jauh dari Batu, yakni di Desa  Jepat Kidul, Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah juga bukan hambatan. 

Hana Dyla Putri mengaku senang sekolah di Al Izzah. “Di sini saya dituntut untuk mandiri,” ujar Hana. Di Al Izzah, ia memiliki banyak pengalaman dan sahabat baru dari berbagai daerah. 

Sementara itu, Diana Andriani dan suaminya Muhammad Syaifi dari Desa Bulupitu, Gondanglegi, Kabupaten Malang bersemangat mengantarkan putranya,  Muhammad Ashil Ilhami untuk mendaftarkan anaknya  di Al Izzah, kemarin. 

“Setelah melihat lokasi dan sistem pendidikan yang diterapkan Al Izzah, biaya sebesar Rp 33.850.000 bukan suatu masalah. Ini juga buat anak dan pilihannya sendiri. Sebagai orang tua kami harus dukung,” ujar Diana.

Ia mengungkapkan, sebelumnya Ashil, putranya telah berpikir matang untuk mondok di Al Izzah. “Ini sudah dua kalinya ke sini. Setelah itu, pilihan saya berikan pada Ashil. Apakah yakin untuk melanjutkan di Al Izzah atau tidak. Karena kami tidak mau di tengah jalan nanti putus karena tidak nyaman,” terangnya saat ditemui di Al Izzah, kemarin.

Prestasi, fasilitas dan lingkungan sekolah yang nyaman juga jadi pertimbangan anaknya mondok di Al Izzah. “Bagi saya uang bisa dicari. Namun tak semua orang bisa mengenyam pendidikan. Karenanya selagi bisa, akan saya berikan yang terbaik baik anak,” paparnya.

Humas dan sekretariat SMP/SMA Al Izzah Kota Batu, Muhammad Mahfudz Irwan, S.S mengungkapkan jika biaya pendidikan yang dipatok sekolahnya tidaklah malah. Karena itu sudah sesuai dengan kurikulum, fasilitas, kompetensi guru, lingkungan serta prestasi siswanya. Itu terbukti dari rata-rata siswa yang mendaftar mencapai 350 setiap tahun ajaran baru. 

Santri Al Izzah IIBS Kota Batu juga berasal daro berbagai daerah. Di antaranya  Sidoarjo, Surabaya dan Gresik sebanyak 40 persen. Jawa Barat, Bogor, Jakarta dan Bandung sebanyak 20 persen. Untuk luar Jawa seperti Kalimantan, Bali, Papua, NTT, NTB, Sulawesi, Batam dan Sumatera 20 persen. Sisanya 15 persen menyebar di berbagai daerah. Sedangkan untuk Malang Raya hanya lima persen.

Mahfudz mengungkapakan, sederet prestasi telah diraih Al Izzah sebagai salah satu bukti hasil pendidikan. “Kami juga baru saja meraih predikat sekolah terbaik di seluruh SMA negeri dan swasta di Kota Batu,” katanya. (mg3/eri/van)

Sumber : Malang Post

Share this post