Pendidikan Generasi Bangsa

Oleh: Zahira Zadine Azzahra Ghifarani*

Kemajuan sebuah bangsa teletak pada pendidikan dan para generasi bangsa itu sendiri. Itulah kalimat dari Bapak Pendidiakn Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Beliau berjuang untuk Indonesia, agar generasi muda dapat mendapatkan pendikan yang layak. Ki Hajar Dewantara mengutamakan pendidi-kan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan bermartabat. Saat itu, untuk mencapai tujuan tersebut beliau mendirikan Tamansiswa. Sekolah tersebut menggabungkan konsep gaya Eropa dan Jawa.

Jauh sebelum Ki Hajar Dewantara, kita pasti sering mendengar Nama R.A. Kartini. Beliau memperjuangkan emansipasi wanita. Menurutnya, perempuan memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Lewat bukunya yang berjudul “Habis Galap Terbitlah Terang”, Kartini dapat menginspirasi para perempuan pribumi untuk keluar dari jerat deskriminasi kala itu. Untuk menghargai perjuangannya, saat ini selalu diperingati hari Kartini di sekolah-sekolah.

Pendidikan dan kesuksesan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan meskipun bukan hal yang mutlak. Pendidikan generasmi muda juga merupakan jaminan terhadap masa depan suatu bangsa. Para generasi-generasi mudalah yang akan memberi inovasi baru pada bangkitnya suatu negara. “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia”. Kalimat dari Nelson Mandela tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengubah dunia bersumber dari pendidikan.

Saat ini, peran orang tua sangatlah penting dalam pendidikan anak. Orang tua bisa menjadi pengarah bagi jalan anak untuk berada pada pendidikan yang tepat. Oleh karena itu, ada pepatah populer yang mengatakan “Tuntutah Ilmu Sampai negeri Cina”. Saya setuju dengan pepatah itu. Namun, pepatah itu akan berhasil pada anak jika ada dukungan dan ridho orang tua. Seorang anak membutuhkan dukungan untuk menuju kesuksesannya.

     Pendidikan di Indonesia kini begitu mendapat perhatian khusus. Banyaknya anak yang putus sekolah karena tidak ada biaya, baik di kota besar maupun di daerah terpencil. Di kota besar banyak anak yang putus sekolah dan memilih untuk bekerja (mengamen dan menjadi pedagang asongan). Tak jauh berbeda dengan di daerah terpencil, letak sekolah yang jauh dan susahnya akses transportasi membuat anak enggan untuk pergi sekolah. Akibatnya, mereka lebih memilih bekerja di ladang atau membantu orang tua.

Khusus di daerah terpencil, saya pernah melihat berita di televisi dan media massa tentang perjuangan siswa-siswa SD untuk menuju ke sekolah. Dalam berita tersebut, diperlihatkan siswa SD harus menyeberangi sungai dengan jembatan yang tak layak yang hanya terbuat dari beberapa tali saja. Mereka bergelantungan seakan tidak menyadari bahwa di bawah sana ada sungai berarus deras. Lalu untuk apa mereka mempertaruhkan nyawa menyeberangi jembatan tersebut? Jawabannya sudah jelas, untuk pendidikan. Lalu dimana peran pemerintah dalam hal ini.

Di sisi lain, sering muncul berita di televisi tentang tawuran pelajar yang kerap kali terjadi di kota-kota besar. Mereka melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan tentunya melukai hati para guru dan orang tua. Terlebih akan semakin merugikan apabila perbuatan tersebut dicontoh oleh adik kelasnya. Padahal di sekolah, mereka dapat dikatakan sudah mendapatkan fasilitas yang layak.

Pertanyaan yang lebih besar kini muncul. Apakah perjuangan para tokoh pendidikan terdahulu dibalas bangsa dengan seperti ini. Saat ini, pendidikan bukan hanya tanggung sekolah semata. Namun, orang tua, pemerintah, dan masyarakat juga harus memberi perhatian khusus pada generasi muda. Berkaitan dengan hal tersebut, seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara di awal tulisan ini kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh pendidikan dan para generasi bangsa.

 

*Penulis merupakan santriwati kelas VIII Tazkia IIBS. Tergabung dalam Kelas Peminatan Karya Tulis dan aktif menulis.

Share this post