"Saat Peluru Menembusnya" oleh Lubnayya Faiza Muzhar Azzara

Pulau yang damai sedang dilandabencana, alam yang indah telah berubah menjadi alam yang rusak, denganpenduduknya yang telah dirasuki kebodohan, kemaksiatan, dan kemiskinan. Budayadan seni yang telah di bangun sejak dulu, telah runtuh, belum lagi kepakan kaumBelanda penguasa wilayah yang mencengkram aturan hukum pulau yang tidak adil.

Malam yang panjang telah di laluiKananti dan teman-temannya. Tidak terlalu sulit untuk mereka melakukanpekerjaan yang baik. Bagi mereka, kehidupan yang mereka alami merupakananugerah dari Tuhan. Tetapi sejak kaum Belanda datang ke pulau tercinta mereka,kehidupan menjadi berubah.

Kananti berjalan melalui lorong yangmenembus ke tempat penginapannya, dikarenakan berjaga agar tak bertemu pasukanBelanda yang sedang berjaga-jaga di setiap jalan besar. Malam itu tak ada rasatakut yang dirasakan Kananti, Ia sampai dengan selamat di tempat penginapanyang menurutnya masih tak diketahui keberadaannya.

Terdengar suara teriakan Soebardjo.Segera Kananti berlari menuju gedung serbaguna yang tak terlalu besar danmewah. Disanalah Kananti dan teman-temannya berdiskusi tentang banyak hal.

“Keadaan pulau semakin parah, kaumBelanda telah memulai peperangan di bagian timur pulau, kita harus segeraberpindah wilayah,” sahut Soebardjo.

“Kemana lagi kita harus bersembunyi?Mereka telah membuat pulau kita hancur, kita harus bagaimana?” jawab Wikana.

“Setidaknya kita tidak menunjukkankelemahan kita, kita harus berusaha menyelamatkan pulau kita!” jawab Soebardjo.

Kananti terdiam. Tak sanggupberbicara pa-apa. Hatinya serasa ingin menangis melihat pulau tercintanyadiserang. Melihat rakyat yang sengsara membuat Kananti putus asa mempertahankandirinya sendiri.

“Apakah aku harus mempertahankanpulau ini?”

Terlihat matahari terbit dari ufuktimur. Suara lantunan ayat al-Qur’an terdengar di sekitar wilayah penginapan.Kananti sedang melaksanakan sholat Dhuha. Kebiasaannya yang seperti itu membuatia dijuluki Sang Alim.

Terdengar suara tembakan sekerasbunyi bom. Kananti terkejut mendengar suara itu, segera ia berlari keluarmasjid dan keluar dari daerah penginapan. Sebelumnya, tak ada yang beranikeluar daerah penginapan ketika mendengar suara itu, tapi Kananti tak pernahtakut. Dengan hal yang seperti itu, tak disangka olehnya, ia melihat orang tuayang dibunuh di depan banyak orang, sungguh berdosanya mereka.

“Ayo, cari pribumi yang masih hidup,kita harus membunuh mereka semua, agar pulau ini menjadi milik kita,” teriaksalah satu tentara Belanda.

Kananti tersentak, seseorangmenariknya ke dalam.

“Apa yang kamu lakukan di sini? Disini berbahaya tau!” bentak Wikana.

Kananti hanya diam menatap wajahmemerahnya, tak berani berkata sepatah katapun. Segera  Wikana menarik Kananti ke tempat penginapan.Dalam hati, Kananti ingin mengomel keras, baginya hidup seperti ini tak adagunanya. Seharusnya ia mati karena menolong seseorang, bukannya menyelamatkandiri seperti ini.

***

“Kita harus menyusun rencana!” sahutSoebardjo.

“Apa yang kamu pikirkan Jo?” teriaksalah satu warga.

“Tak mungkin kita hanya bersembunyi,kita harus melakukan sesuatu,” jawab Soebardjo.

Dua jam telah berlalu, ia inginsekali keluar dari ruangan pengap ini. Segera Kananti keluar dan menuju tempatrahasianya, matanya berbelak ketika melihat temannya Satmawati di tangkap olehtentara Belanda, segera ia mengikuti tentara yang menangkap Wati dengandiam-diam.

Sampailah Kananti di tempatpersembunyian tentara Belanda, yang ia lihat di sana hanyalah gudangpersenjataan, bagaimana bisa rencana Soebardjo berhasil untuk melawan merekayang memiliki senjata. Segera ia kembali ke penginapan sebelum matahariterbenam.

“Wati tunggu aku, kamu gak bolehmati di tangan mereka.”

Kananti segera berlari meninggalkantempat itu, dan secepatnya dia harus sampai di penginapan sebelum malam tibamenjemputnya. Sampailah Kananti di tempat penginapan. Tanpa basa basi segera iaberlari ke kamar Soebardjo.

“Ada apa Ti?” tanya soebardjobingung.

“Satmawati di tangkap tadi siang,aku melihatnya sendiri. Kita harus segera pergi, mungkin saja tentara jahat itusudah mengetahui tempat ini.”

Mata Soebardjo membelak besarmendengar kata-kata Kananti, segera ia membunyikan bel agar semua wargaberkumpul di gedung serba guna.

“Malam ini kita harus bergegas pergidari kawasan ini,” ujar Soebardjo.

“Mungkin mereka hanya berpura-puratidak mengetahui tempat ini, dan mungkin juga mereka akan datang di saat yangtepat, jadi kita harus bergegas pergi dari sini.”

“Maksudmu malam ini Jo? Mana mungkinsecepat ini?” teriak salah satu warga.

“Memang kalian semua mau mati begitusaja hah?” teriak Soebardjo.

Seketika ruangan serbaguna senyapketika Soebardjo berbicara seperti itu. Tak ada yang berani berbicara ketikaSoebardjo sudah berteriak seperti itu. Kananti pun turut ikut diam, danlangsung keluar menuju kamarnya. Kananti berpikir tak ada gunanya dia bertahanhidup. Mungkin sudah terlambat baginya untuk mencapai masa depannya. Seketikaia mengingat kata-kata bapak.

“Jadilah pahlawan pulau ini, kamuanak yang pemberani.”

Suara bel itu terdengar lagi. SegeraKananti mengambil tas ranselnya dan keluar menuju lapangan. Setiap hentakankakinya seakan-akan mengisyaratkan bahwa ia berniat untuk melindungi pulau ini.Niatnya sekarang bukan untuk melindungi dirinya sendiri, tapi niat hidupnyahanya untuk pulau tercinta ini.

“Semuanya sudah berkumpul? Apa adayang ketinggalan?” tanya Soebardjo dengan suara kerasnya.

Suara itu membubarkan lamunanKananti, bom itu jatuh tepat beberapa meter di hadapannya. Segera ia berlarimelarikan diri. Suara tembakan saling sahut menyahut. Kananti memberanikan dirimembalikkan badannya untuk melihat situasi. Alangkah terkejutnya Kananti saatmelihat warga pulau ini meninggal dengan cara seperti ini. Tak disangka, iameneteskan air mata.

“Kananti ayo lari jangan diam saja!”teriak Soebardjo.

Segera Kananti mengikuti perintahnyadan terus berlari. Betapa sedih dirinya melihat tempat tinggal terakhirnyahancur seperti dulu. Tapi tidak sampai disini usahanya ia terus berusaha untukmelindungi yang lainnya.

“Ayo, tangkap semua pribumi di pulauini, jangan sampai ada yang terlewatkan,” teriak Jenderal tentara Belanda.

Malam yang senyap dan gelap gulita.Tak ada cahaya bulan yang menerangi tempat itu, hanya suara seekor jangkrikyang menemani kami di hutan ini.

“Mari kita laksanakan sholat isya’berjamaah!” perintah Soebardjo pada seluruh warga.

Segera Kananti bertayamum dengandebu, setelah itu ia melaksanakan sholat isya’ berjamaah. Selesai sudahibadahnya, segera ia mengangkat tangannya tepat di depan wajahnya, lalu berdo’adengan khusyuk pada Allah. Dengan ini ia akan merasa lebih baik.

Pagi yang Kananti tunggu telahdatang. Ia berjalan ke arah padang rumput yang telah tandus terbakar. Melihatpemandangan yang keindahannya telah hilang. Ia duduk di atas tanah sembarimemperhatikan langit biru. Membayangkan keindahan yang akan ia lihat nantinya.

“Kananti, apa yang kamu lakukan disana? Ayo pergi, Soebarjo akan melanjutkan perjalanan,” teriak Wikana darikejauhan.

Segera Kananti berdiri dan kembali.Matanya membelak besar ketika melihat Wikana terjatuh tak berdaya, tanpa iasadari tentara Belanda telah menemukan mereka. Tanpa berpikir panjang, Kanantiberlari melawan arah. Memang tak ada gunanya berlari, tentara itu terusmengerjar. Terpakasa Kananti harus berlari memasuki hutan yang tak ia kenal.Bersembunyi di balik pohon besar yang lumayan aman. Untungnya Kananti pandaibersembunyi. Dari kecil ia sering bermain hal ini dengan abang dan adiknya yangtelah di Sandera oleh tentara Belanda.

Langit tak lagi berwarna biru cerahseperti tadi pagi, matahari mulai tenggelam di balik gunung. Segera Kanantimelanjutkan perjalanannya dengan hati-hati. Ia berpikir tempat yang ia injaksekarang telah di kuasai oleh tentara-tentara jahat itu. Sejauh mata memandangyang Kananti lihat hanyalah pohon-pohonan besar. Ia tak bisa menemukan jalankeluar dari hutan tersebut. Seketika ia tersentak melihat lelaki muda sedangberjalan ke arah rumah gubuk yang tidak jauh jaraknya dari tempat Kanantiberdiri. Tanpa menghiraukan apapun, Kananti segera mengikutinya, yang iapikirkan hanyalah, jika ia kehilangan rombongan setidaknya ia masih bersamamasyarakat pulau ini.

Mata Kananti membelak besar saatmelihat lelaki itu membukakan pintu untuknya. Ia melihat saudara laki-lakinyamasih hidup. Tanpa berpikir panjang ia langsung memeluknya dengan kuat sembarimeneteskan air mata. Ia tak pernah berpikir di saat seperti ini ia akan bertemudengan keluarganya.

“Bagaimana abang bisa sampai disini? Apa yang abang lakukan disini?” tanya Kananti tergesa-gesa.

“Abang berhasil kabur saatpenangkapan sandera, tapi dek Ning, ibu, dan bapak tertangkap.”

Kananti hanya bisa menundukkanwajahnya, saat mendengar kata-kata yang diucapkan Wijaya barusan. Suara Wijayamengagetkan Kananti.

“Abang sudah punya rencana, walaupuntak bersama rombongan, ada abang di sini. kamu jangan takut Ti.”

“Ayo kita cari rombonganmu Ti.”

***

“Bagaimana kamu bisa lolos daripenangkapan sandera?” tanya Soebardjo.

“Itu tidak penting sekarang, kitaharus menghancurkan mereka!” tegas Wijaya.

Soebardjo hanya terdiam kakumendengar ucapan Wijaya. Ia segera pergi meninggalkan Soebardjo sendiri. Dansegera mengumpulkan seluruh warga untuk bersosialisasi.

“Aku mengumpulkan kalian disiniuntuk bersosialisasi melawan Belanda. Besok kita akan mulai penyerangan.Kuharap kalian tulus dan ikhlas melindungi pulau ini. Walaupun pulau kecil initak diakui oleh wilayah Indonesia lainnya. Aku yakin kita pasti menang. Kitaadalah pemilik pulau ini. Kita adalah rakyat Indonesia, tak ada salahnya kitaberusaha demi Indonesia juga. Kita termasuk warga NKRI. Kita harus bisamenyelamatkan pulau ini,” tegas Wijaya kepada warga.

Sekitar satu jam kamibersosialisasi, ide Wijaya dapat diterima oleh warga. Kananti berharap masihada harapan untuk kembali seperti semula. Pukul dua malam tepat kelompokmencuri persenjataan telah bergerak bersama tim penolong bantuan. Kami berjalanmenuju markas persenjataan yang dipimpin oleh Borejjo. dipercaya bisa melakukantugas dengan benar. Sesampai di sana Borejjo melakukan tugas dengan baik.Mereka bertarung dengan cara mengejar umpan. Berhasil sudah misi pengambilansenjata. Mereka mengambil beberapa senjata untuk di gunakan bertarung. Danselanjutnya mereka kembali ke tempat peristirahatan untuk membagikan senjatakepada para warga.

Setelah berhasil mendapatkan senjatakelompok mencari informasi berjalan ke tempat markas besar tentara Belanda.Mereka bertugas mencari informasi dengan menyamar atau diam-diam menguping.Mereka telah sampai di dekat markas besar tentara Belanda. Dengan usaha dankerjasama yang bagus mereka mendapat beberapa informasi. Bagi kelompok pencariinformasi, mereka harus menetap beberapa hari disana. Dan satu orang diantaramereka akan kembali ke tempat peristirahatan untuk memberikan informasi.

Kelompok pertahanan telahbersiap-siap melakukan penjagaan di beberapa wilayah. Agar tidak terjadi lagipembunuhan pribumi. Mereka bertugas menjaga wilayah yang di tempati pribumi danmenjaga anak-anak kecil. Mereka mempunyai tanggung jawab yang besar. Pemimpinkelompok ini adalah Soebardjo. Selanjutnya, kelompok penyerangan yang akanbergerak tepat pukul 03:00 dini hari, semua kelompok telah bersiap-siap dengantugasnya. Untuk kelompok penyerangan akan dipimpin oleh Wijaya.

Kananti berjalan kearah Wijaya,dengan penuh kesedihan ia memberanikan diri untuk menangis di depan abangnya.Ketakutannya kepada kematiannya dan abangnya membuat Kananti menjadi tak punyakeberanian. Ia hanya berharap keluarganya akan selamat di perang ini. Tanpaberpikir panjang ia masuk ke kelompok penyerangan dengan diam-diam tanpa diketahui Wijaya dan yang lain. Ia hanya ingin mati bersama orang yang iasanyangi. Dengan bersama keluarga selamanya, itu telah membuat ia merasa aman.

Berjalan mendesak dengan penglihatanyang tidak berteman. Gelap dan hitam yang ada di mata Kananti. Ia tetapmengikuti rombongan agar tidak tertinggal. Hanya suara hewan-hewan yangterdengar di telinganya. Kelelahan telah dirasakan Kananti, perumpamaanmenyebrangi pulau ini ke pulau tetangga. Cahaya putih mirip seperti lampu telahterlihat di mata Kananti. Ia merasa lega. Tapi di balik itu ia merasa ketakutanakan tentara-tentara jahat itu. Tepat di depan terlihat bangunan yang cukuptinggi dan besar. Benar ternyata, ini adalah pusat markas Belanda segerakelompok penyerangan membagi tugas dan membagi kelompok menjadi lebih kecil.Segera Kananti bersembunyi dan langsung memasuki kelompok kecil Wijaya. Lalumereka berjalan sesuai tugas dan kelompok yang telah di tentukan. Penyerangantelah dimulai.

Wijaya dan kelompoknya berjalankearah pintu masuk belakang agar lebih aman. Perlahan ia menghentakkan kakiagar tak terdengar oleh tentara Belanda. Kananti tetap mengikuti dari belakang.Terlihat jalan untuk memasuki gedung ini. Wijaya membuka pintu perlahan. Nampaktentara-tentara itu sedang berbincang-bincang tak jelas. Wijaya kembali menutuppintu dan berbelok kearah kiri. Nampak pintu besi yang sudah berkarat. Tempatyang lebih gelap dan bau. Ketakutan Kananti menaik kembali. Ia memberanikandiri untuk tetap berjalan, dan jatuh karena kegelapan. Ia meraba-raba depannya,siapa tau masih ada seseorang di depannya, tetapi nihil. Ia tersesat karenajatuh di dalam kegelapan. Air matanya mengalir deras. Kananti tetap berjalan kedepan untuk mencari rombongannya.

Terkejutnya ia saat menemukanpenjara bawah tanah. Ketakutannya meluap saat melihat  sandera yang mati terbunuh, dan matikelaparan. Ia berlari sekuat mungkin untuk menjauh dari tempat itu. Tanpadisadari, ia memasuki penjara sandera yang baru di tangkap kemarin, mata paramasyarakat melihatnya. Ia terkejut, tak tau ingin berbicara apa. Segera iamencari ayah, ibu dan adiknya. Kananti sudah berjalan sampai ke ujung lorong,tapi ia tak menemukan siapapun sampai akhirnya ia bertemu dengan temannya Wati.

“Wati, kamu baik-baik saja kan?”tanya Kananti.

“Ya, aku baik. Sebaiknya kamu pergidari sini sebelum mereka menangkapmu,” jawab Wati.

“Apa kamu tau dimana keluargaku?”tanya Kananti lagi.

Wati mengangguk. Segera iamembukakan pintu besinya. Wati mengatakan bahwa mereka membawa keluarganya dipenjara lorong sebelahnya. Segera mereka berjalan agar tak ketahuan tentaramenuju lorong sebelah. Kananti meneteskan air mata saat melihat keluarganyamasih hidup. Tanpa berpikir panjang ia langsung membukakan pintu besi itu danlangsung memeluk ibunya. Pertemuan yang sangat membahagiakan bagi dirinya.Mereka terkaget saat mendengar bel penjara berbunyi. Segera mereka berlarikearah lorong gelap yang dilewati Kananti tadi. Tak terdengar suara bel itulagi. Mereka berjalan dengan hati-hati. terdengar suara tembakan saling sahutmenyahut dari balik dinding. Kananti hanya berpikir Abangnya telah memulaipenyerangan.

***

Rapat para petinggi Belanda,dilakukan di gedung X-21, tepatnya di markas besar mereka. Hasil rapat ialahhak memperjualbelikan pulau.

“Jika kita sudah menangkap semuapribumi yang ada di pulau ini, itu berarti pulau ini telah menjadi milikBelanda sepenuhnya, mereka tak memiliki kekuatan untuk mengambil hak merekakembali,” ucap Jack Alexander.

“Tapi kita tak memiliki hak untukmemperjualbelikan pulau ini. Kita semua harus tau bahwa kita merebut wilayahdari Negara Indonesia. Ini mungkin bisa berbahaya bagi Negara kita,” ucap VanDick.

“Saya tak peduli dengan peraturanseperti itu, ini semua telah menjadi milik kita. Dengan semua ini NegaraBelanda bisa menjadi Negara terkaya di dunia,” Ucap Jack Alexander. 

*** 

“Ayo serang mereka!” suara teriakanWijaya.

Wijaya mulai melepaskan pelurunya.Satu persatu ia tembak tentara-tentara itu dengan kebencian yang besar. Iamulai berpikir, jika hanya membunuh perajurit, ia tak akan bisa menghentikanperang ini. Akhirnya Wijaya berniat membunuh petinggi tentara Belanda.

“Ternyata kamu salah satu orang yangberani di pulau ini?” ucap Jack Alexander.

“Kamu orang yang penuh hina, merebuttempat tinggal orang lain dan membunuh pribumi dari tempat yang kamu jajah,”jawab Wijaya.

Tawa Alexander mengagetkan Wijaya,sembari mengangkat senjatanya tepat di depan wajah Wijaya. Begitu jugasebaliknya, Wijaya mengarahkan senjatanya tepat di wajah Alexander. Mereka matibersama.

***

Kananti dan keluarganya melanjutkanperjalanan kembali agar dapat keluar dari tempat itu. kesabaran mereka telahdibalas oleh Tuhan. Suara tembakan menghilang seketika. Ia menemukan pintuuntuk keluar dari ruangan gelap itu. segera Kananti membuka pintu perlahan-lahan.Alangkah terkejutnya ia saat melihat mayat-mayat yang terbunuh olehtembakan-tembakan itu. darah memenuhi lantai gedung itu. Mereka tetap berjalandi tengah mayat-mayat itu. sampai akhirnya ia bertemu dengan mayat Abangnya.Alangkah sedihnya Kananti melihat salah satu anggota keluarganya meninggaldalam keadaan yang tak pernah terpikirkan oleh nalar manusia.

***

Keadaan kembali membaik, berkatusaha masyarakat pulau, terutama Wijaya, pulau ini dapat di anggap oleh NegaraIndonesia. Pulau yang dulu terpencilkan, sekarang dapat dilihat oleh oranglain. Kebahagiaan berkat usaha telah di balas oleh tuhan. semenjak itu, pulauini adalah tanggung jawab Indonesia. Mereka diberi penjagaan dan bahan pangan.

Janji mereka kepada pulau ini telahditepati. Pulau yang dulunya rusak, kembali seperti semula. Tak ada masalahsekecil apapun. Mereka telah pergi dari pulau ini, musnah dari wilayah yangdamai ini. Walaupun banyak yang menjadi korban. Mereka yakin yang gugur akanditerima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

“Terimakasih Wijaya. Kau akan selalumenjadi pahlawan pulau ini. Aku berjanji akan menjadi penggantimu yang lebihbaik,”ucap Kananti dalam do’anya.

“Aku akan selalu berusaha danberjuang untuk melindungi pulau ini seperti abang, walaupun harus mengorbankandiriku sendiri.

 

*Penulis merupakan santriwati Tazkia IIBS. Cerpen tersebut berhasil menjadi salah satu juara pada kompetisi menulis nasional yang diselenggarakan oleh Forum Penulis Negeri Batu (FPNB), Gunungkidul, Yogyakarta. Cerpen tersebut juga dibukukan bersama penulisjuara yang lainnya dan dipersembahkan untuk Bupati dan Wakil Bupati Gunung kidul.

Share this post