Akibat Jauh Dari Tuhan

Orang yg benar-benar merasa sama-sama  dekat, biasanya  akan saling mencintai, menjaga, dan menghindar dari apa saja yang dianggap mengganggu hubungan baik itu. Bahkan hubungan dekat itu akan menjadikan sanggup berkurban apa saja yang dimiliki. 

Pada akhir-akhir ini perilaku ummat Islam  dan bahkan hingga para tokohnya sekalipun tampak semakin tidak mampu mengendalikan diri. Saling menghujat, merendahkan, menghina, salah menyalah, dan sejenisnya dianggap hal biasa. Berpecah belah, konflik, berseteru, dan lain-lain sudah  dianggap bukan sebagai larangan agama yang tentu tidak disukai oleh Allah dan rasulNya. 

Untuk memenuhi hawa nafsu, agar menang atas yang lain, ajaran agama sudah semakin diabaikan. Salah satu inti ajaran agama berupa akhlaq yang seharusnya dirawat sudah diabaikan. Agama memerintahkan agar saling mengenal, memahami, menghargai,  menjalin tali sillaturrahiem, kasih sayang, dan bertolong menolong di antara sesama sudah sedemikian mudah dilupakan.

Anehnya, gejala yang bersifat negatif dan tercela di mata Allah dan rasulNya tersebut terjadi di mana-mana, tidak terbatas di wilayah atau negara tertentu, tetapi juga  di berbagai belahan dunia. Konflik dan bahkan perang terjadi di mana-mana,  tidak terkecuali di wilayah dan atau negara  yang berpenduduk mayoritas muslim.

Pertanyaannya adalah mengapa ummat Islam sudah semakin berani meninggalkan ajaran agamanya. Larangan Allah dan rasulNya, agar tidak saling bermusuhan, konflik, memutus hubungan  tali sillaturrahim, dan bahkan perang tetap saja dilanggar. Apakah kejadian tersebut pertanda bahwa ummat sudah semakin tidak mengenal, dan apalagi dekat dengan Allah dan rasulNya. 

Mereka memang masih mengaku beragama, mengenal sebutan Allah dan rasulNya, tetapi ajarannya sudah semakin ditinggalkan. Mereka masih menjalankan shalat, puasa, zakat, dan bahkan haji. Akan tetapi ketika sedang shalat,  bisa jadi sudah  tidak teringat lagi terhadap siapa yang disembah. Gejala seperti ini di dalam al Qur'an disebut sebagai telah  lalai dalam  shalatnya. 

Jika pandangan tersebut benar, untuk memperbaiki keadaan yang menyedihkan itu, kiranya yang diperlukan adalah gerakan bersama untuk mengenalkan lagi siapa sebenarnya yang disebut Allah, yang disebut rasulNya, dan juga yang disebut diri  sebenar-benar dirinya sendiri. 

Siapa saja yang tidak mengenal dengan baik, tidak terkecuali mengenal Allah, rasul, dan dirinya sendiri akan mustahil berhasil mencintai dan juga upaya mendekatnya. Siapapun yang merasa  jauh, akan berakibat tidak mudah mengingat dan apalagi menjalankan pesan-pesannya secara baik, dan tentu tidak terkecuali adalah dalam beragama. 

Akhirnya, mengenalkan kembali siapa sebenarnya yang bernama Allah dan Muhammad saw., secara tepat menjadi terasa sangat penting dilakukan kembali, baik lewat  lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lainnya. Umumnya, orang mengenal nama Allah, tetapi siapa sesungguhnya yang menyandang nama agung dan mulia itu,  belum tentu dipahami secara sempurna. Akibatnya,  ajarannya pun sedemikian mudah diabaikan. Wallahu a'lam


Ditulis oleh: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo - (Dewan Pakar Thurina International Islamic Boarding School)

Share this post