Raih Beasiswa BPI Kemendikbud Ristek, Alumni Thursina IIBS Lanjutkan Studi di University of Toronto Canada

Saat menginjakan kaki di Thursina International Islamic Boarding School (IIBS), Rafida Hanun Khairunnisa Wiyono tak pernah menyangka langkahnya tersebut akan membawanya ke Benua Amerika Utara. Mimpi besar ini berawal dari sebuah obrolan ringan bersama teman-temannya yang membicarakan tentang impian untuk meneruskan studi di luar negeri. Sulung dari 3 bersaudara ini menjadi salah satu dari 14 orang yang berhasil meraih beasiswa penuh dalam program Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dengan mengambil Jurusan Psikologi di University of Toronto Canada. 

Bukan tanpa alasan memilih Jurusan Psikologi. Di jenjang SMP, Rafida mengenyam di SMP Inklusi yang artinya Ia berada di kelas yang sama dengan siswa penyandang disabilitas. Kala itu dirinya sadar, bahwa penyandang disabilitas membutuhkan bantuan lebih dibanding yang saat ini sudah mereka dapatkan. Utamanya dalam membantu perkembangan kepribadian mereka. Sejak saat itu, dirinya memutuskan untuk menjadi seorang Neuropsikolog.

   

Rafida menyadari perjuangannya dalam meraih mimpinya tidaklah mudah. Tidak pula singkat. Lebih dari 10 essay dan puluhan Curriculum Vitae (CV) telah Ia siapkan selama proses pendaftaran beasiswa. Bahkan, butuh waktu empat bulan lamanya untuk bisa mempersiapkan serangkaian persyaratan dokumen yang disyaratkan. Mulai dari surat sehat, hasil IELTS, essay, hingga menyiapkan surat rekomendasi. 

Gayung pun bersambut dengan sangat baik dan sesuai harapan. Perjuangannya tersebut membuahkan hasil hingga alumni SMA Thursina angkatan 3 ini berhasil lolos ke tahap wawancara. Di tahap inilah, komitmen serta visinya diuji dan dipertanyakan. 

“Pembuatan Essay adalah proses yang panjang. I did research a lot, revisi berkali kali. Saya benar-benar berusaha menumpahkan segala visi terbaik saya  di essay. Saat itu saya yakin, bahwa essay ini insya allah akan membantu saya di tahap wawancara nanti. Alhamdulillah, ternyata semua proses itu memberikan hasil yang indah,” ceritanya dengan penuh semangat.

Proses panjang itu tentu kerap menghadirkan rasa lelah dan rendah diri. Diakuinya, proses kurasi CV yang menjadi bagian dari seleksi berkas adalah yang paling menguras energi. Sistem baru yang diterapkan di tahun ini mengharuskannya cermat dalam melihat perkembangan data yang dikirim. Rafida megakui di tahap ini dirinya sering merasa down. Namun, dukungan dari keluarga, guru, juga teman-teman menjadi suntikan energi yang  tiada habisnya.

“Ada vision board di kamar saya. Setiap melihat gambar-gambar dan tulisan yang ada di sana, saya kembali sadar bahwa ini memang perjuangan yang harus saya tempuh untuk meraih impian saya. Tidak masalah jika saya harus istirahat sebentar. Tapi setelahnya, saya harus kembali bangkit dengan energi yang lebih besar,” tutur alumni yang juga dinobatkan menjadi wisudawan terbaik jenjang SMA Putri 2022. 

   

Ada alasan menarik mengapa kemudian Toronto yang menjadi tujuan studinya. Dalam pandangan Rafida, pendidikan di Toronto cukup unik. Di sana mahasiswa bisa menggabungkan dua sampai tiga jurusan yang saling mendukung. 

“Sesuai rencana yang telah saya tuliskan dalam vision board, saya juga akan mengambil jurusan Biology for Health Science. Hal tersebut akan mendukung rencana studi magister saya untuk mengambil jurusan Neuroscience. Karena untuk menjadi Neuropsikologi, saya harus bisa menguasai ilmu psikologi dan ilmu yang berkaitan dengan otak fisik,” jelasnya lagi.

Awal yang sangat indah ini juga tidak lepas dari pengembangan dirinya saat duduk di SMA Thursina IIBS. Utamanya selama menjalani kelas penjurusan Sciencepreneur. Beragam project yang dijalani membuka wawasannya lebih luas. Terlebih, dirinya juga didorong untuk mengikuti berbagai lomba baik bertaraf nasional maupun internasional. Seluruhnya Ia jalani dengan penuh motivasi dan perencanaan yang matang. Hingga tak jarang dirinya berhasil menyabet gelar juara.

Salah satu yang paling bergengsi adalah inovasinya dalam membuat gelang pengingat untuk social distancing yang diberi nama Sociolet. Inovasi ini berhasil membawa timnya meraih Medali Emas dalam World Youth Invention and Innovation Award 2021. Baginya, mengikuti perlombaan tidak sekadar untuk menambah deretan prestasi. Lebih dari itu, yaitu sebagai bentuk tanggung jawab untuk selalu belajar dan tidak berpuas diri dalam mengembangkan diri.

“Selama belajar, saya punya jurnal yang menjadi alat bantu saya untuk tetap pada jalur, accountable, dan fokus. Selain itu, saya berusaha untuk selalu membaca buku. Utamanya yang berbahasa inggris. Kebiasaan itu banyak membantu saya mengembangkan mindset international dan belajar bahasa Inggris,” jelasnya.


Selama menunggu proses keberangkatan ke Kanada, yang harus ditunda selama setahun, Rafida mengaku telah memiliki berbagai rencana. Mulai dari mengambil kursus singkat untuk pengantar psikologi, statistika, dan manajemen bisnis, hingga rencana untuk mengabdi di Thursina IIBS selama beberapa waktu. Baginya, penundaan keberangkatan ini justru dimaknai sebagai kesempatan untuk mempersiapkan diri dengan lebih matang.

Mengakhiri sesi wawancara, Rafida menyampaikan, tidak setiap orang memiliki privilege atau hak istimewa dalam menentukan pendidikannya. Melalui hak istimewa yang telah diberikan Allah tersebut sebaiknya dijalankan dengan penuh tanggung jawab untuk menyebar manfaat di manapun. 

“With great privilege, comes great responsibility. Memiliki orangtua yang suportif dan berkesempatan sekolah di Thursina adalah sebuah keistimewaan bagi saya. Maka sudah sepatutnya saya bertanggung jawab dengan belajar dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat,” pungkasnya. (nai/lil)

Share this post