Memperlakukan Musuh

Siapapun tidak menyukai adanya musuh. Orang yang sedang memiliki musuh hatinya terbebani, tidak merasa aman, diliputi oleh suasana ragu, was-was, khawatir, dan bahkan takut. Selain itu hatinya tidak merdeka. Islam mengantarkan pada kehidupan yang damai, tenang, dan tenteram. 


Sekalipun tidak diharapkan datangnya, musuh terkadang datang juga. Seseorang sudah merasa berusaha hati-hati dan berbuat baik, ternyata dimanfaatkan orang lain.  Untuk mendapatkan keuntungan, seseorang berbuatan  jahat, nipu, tidak amanah, dan semacamnya. Akhirnya, terjadilah permusuhan, sekalipun sebenarnya tidak diinginkan. 


Bermacam-macam sebab permusuhan itu terjadi.  Karena  perbedaan pandangan politik, janji yang tidak ditepati, terganggu harkat dan martabatnya, dan lain-lain. Pertanyaannya adalah bagaimana seorang yang beragama menghadapi musuh yang sebenarnya tidak diharapkan itu. Apakah musuh itu harus  dilawan, dihindari,  atau dicari cara damai.


Mengambil sikap dalam menghadapi musuh bukan perkara mudah. Belum lama ini, saya mendapatkan pertanyaan dari teman, yaitu bagaimana menghadapi orang kafir, munafik, dan musrik. Orang yang bertanya tersebut mengatakan bahwa,   al Qur’an menganjurkan  agar musuh seperti itu harus dibunuh. Melakukan hal itu, menurut pemahamannya,  tidak dianggap dosa dan bahkan sebaliknya, memperoleh pahala. 


Memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, saya berusaha berhati-hati agar tidak keliru atau disalah pahami. Saya katakan bahwa Tuhan itu adalah Maha Lembut, Maha Kasih Sayang terhadap  ciptaanNya.  Rasanya  tidak mungkin Tuhan menyuruh melakukan kekerasan. Apalagi bahwa diturunkannya agama ke muka bumi adalah membawa misi kedamaian, keselamatan, dan yang terpenting lagi adalah menyempurnakan akhlak mulia.



Lagi pula disebutkan  bahwa dalam ajaran agama,  membunuh seseorang sama artinya dengan membunuh semua orang. Bersikap sakwasangka saja  disebut berdosa. Artinya, umat Islam harus menjadi yang terbaik dan memiliki sifat sabar, ikhlas, jujur dan berhati lembut.  


Saya juga mengajak untuk memahami secara mendasar dan mendalam, sebenarnya yang dituju dan atau diperbaiki oleh Islam itu wilayah mana. Selama ini saya belum memperoleh keterangan bahwa dengan beragama Islam agar seseorang menjadi kaya raya, menjadi berkuasa, menjadi hebat di mata manusia, dan sejenisnya. Selama ini saya memperoleh pemahaman bahwa  Islam mengajak pada keselamatan, kedamaian, dan ketenteraman. 


Agar tidak terjadi pemahaman yang kurang tepat, adalah sangat perlu diperjelas,   apa sebenarnya  yang harus diselamatkan. Apakah tubuh manusia, ternyata bukan. Bahkan tubuh itu tidak akan dilihat. Yang akan dilihat oleh Allah adalah apa yang ada di dalam hatinya. Apa yang ada di dalam hati itulah yang akan dilihat oleh Tuhan kelak.  Maka apa yang ada di dalam hati itu pulalah  yang harus diselamatkan. 


Kita mengetahui bahwa,  apa yang ada di dalam hati itu sebenarnya juga terdapat  musuh. Musuh yang dimaksudkan itu disebut : hawa, nafsu, dunia, dan setan. Musuh itu juga sangat jahat. Itulah sebenarnya yang justru akan menggelincirkan manusia ke neraka.  Musuh itu harus diperangi dan dibunuh. Kita harus tegas dan bahkan keras pada musuh yang sebenarnya ada pada diri kita sendiri. Musuh dimaksud dengan cara apapun harus dikalahkan dan bahkan harus dibunuh. 


Dengan pemahaman yang demikian, musuh yang harus dibunuh bukan berupa orang lain, atau orang di luar sana, tetapi adalah justru yang ada pada dirinya sendiri. Membunuhnya juga bukan secara fisik, melainkan lewat cara non fisik. Sebab musuh dimaksud juga bersifat non fisik pula. Islam lebih tertuju pada wilayah yang ada di dalam hati yang bersifat non fisik itu. 


Memang, musuh berupa manusia di luar dirinya sendiri juga selalu ada. Akan tetapi, menghadapi musuh berupa orang lain, akan menjadi lebih mulia manakala dilakukan dengan cara arif dan bijak. Dengan cara itu musuh akan berubah menjadi baik. Islam agama dakwah, amar makruf nahi mungkar. Siapapun diseru, agar mengenal Islam. Orang jahat agar  berubah menjadi baik. Siapa orang tidak tahu, Umar bin Khottob sebelum masuk Islam, dikenal  amat jahat, tetapi setelah masuk Islam berubah menjadi baik dan bahkan akhirnya menjadi sahabat Nabi. Inilah contoh nyata, bagaimana Islam memperlakukan terhadap musuh. Wallahu a’lam


Prof. Dr. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS

Share this post